Senin, 28 Maret 2016

Upali Sutta



Latar belakang
ž  Sumber: Sutta Pitaka Majjhima Nikaya III, Majjhimapannasapali, Sutta ke 56.
ž  Niddana: di Nalanda di Hutan Mangga milik Pavarika.
ž  Nikkepa: Pucavasikha (adanya pertanyaan dari Niganta Digga Tapasi dan Upali)

Isi Sutta
q  Buddha: “Tapassi, berapa banyak jenis tindakan yang dijelaskan oleh Nigantha Nataputta untuk pelaksanaan tindakan jahat, untuk perbuatan tindakan jahat?”
q  Tapassi: “Sahabat Gotama, Nigantha Nataputta tidak biasa menggunakan penjelasan ‘tindakan, tindakan’; Nigantha Nataputta biasanya menggunakan penjelasan ‘tongkat, tongkat.”
3 Tongkat
ž  tongkat jasmani         
ž  tongkat ucapan
ž  tongkat mental

Buddha: “Tongkat manakah yang dijelaskan oleh Nigantha Nataputta sebagai yang paling pantas dicela untuk pelaksanaan tindakan jahat?????”

3 jenis tindakan untuk pelaksanaan tindakan jahat
ž  Tindakan jasmani
ž  Tindakan ucapan
ž  Tindakan mental 
 
Tapassi: tindakan yang mana yang engkau jelaskan sebagai yang paling pantas dicela untuk pelaksanaan tindakan jahat????

Persis seperti pencampur tuak dapat melempar saringan pada sudut-sudutnya dan menggoncangkannya ke bawah dan menggoncangkannya ke atas serta memukulnya ke sana kemari, demikian pula di dalam perdebatan itu pun saya akan menggoncang petapa Gotama ke bawah  dan menggoncangkannya ke atas serta memukulnya ke sana kemari.

Upali berdebat dg Buddha.
Upali:  “Saya akan berdebat dengan landasan kebenaran, Yang Mulia, jadi marilah kita melakukan percakapan mengenai hal ini.”
Buddha: “Perumah-tangga, jika engkau akan berdebat dengan landasan kebenaran, kita dapat melakukan percakapan mengenai hal ini.
ž  “Bagaimana pendapatmu, perumah-tangga? Di sini, seorang anggota suku Nighanta mungkin sengsara, menderita, dan sakit keras [menderita suatu penyakit yang membutuhkan pengobatan dengan air dingin, namun sumpahnya melarang hal ini]. Mungkin dia menolak air dingin [walaupun secara mental dia menginginkannya], dan hanya menggunakan air panas [yang diizinkan, sehingga dia menjaga sumpahnya secara jasmani dan ucapan]. Karena dia tidak mendapat air dingin, dia mungkin mati. Nah, perumah-tangga, menurut penjelasan Nigantha Nataputta, di manakah [terjadinya] tumimbal-lahir orang itu?”
ž  “Yang Mulia, ada dewa yang disebut ‘terikat-pikiran’; orang itu akan terlahir di sana. Mengapa demikian? Karena ketika mati, dia masih terikat [oleh kemelekatan] didalam pikiran.”
ž  “Perumah-tangga, perumah-tangga, perhatikan bagaimana engkau menjawab! Apa yang engkau katakan sebelumnya tidak cocok dengan apa yang engkau katakan sesudahnya, begitu pula, apa yang engkau katakan sesudahnya tidak cocok dengan apa yang engkau katakan sebelumnya. Namun engkau membuat pernyataan ini: ‘Saya akan berdebat dengan landasan kebenaran, Yang Mulia, jadi Marilah kita melakukan percakapan mengenai hal ini.’”
ž  “yang Mulia, walaupun Yang Terberkahi telah mengatakan demikian, namun tongkat jasmani adalah yang paling pantas dicela untuk pelaksanaan tindakan jahat, untuk perbutan tindakan jahat, dan tidak sebanyak tongkat ucapan dan tongkat mental.”
ž  “Bagaimana pendapatmu, perumah-tangga? Apakah kota Nalanda ini sukses dan sejahtera, apakah kota ini banyak dan padat penduduknya?”
ž  “Ya, Yang Mulia, itu benar.”
ž  “Bagaimana pendapatmu, perumah-tangga? Seandainya ada orang yang datang kemari sambil mengacungkan pedang dan berkata demikian: ‘Dalam satu saat, dalam sekejap, saya akan membuat semua makhluk hidup di kota Nalanda ini menjadi satu onggokan daging, menjadi satu tumpukan daging.’ Bagaimana pendapatmu,perumah-tangga, apakah orang itu akan bisa melakukannya?”
ž  “Yang Mulia, sepuluh, duapuluh, tigapuluh, empatpuluh, atau bahkan limapuluh orang tidak akan bisa membuat semua makhluk hidup di kota Nalanda ini menjadi satu onggokan daging, menjadi satu tumpukan daging dalam satu saat, dalam sekejap, jadi apa yang diandalkan oleh satu orang yang remeh?”
ž  “Bagaimana pendapatmu, perumah-tangga? Seandainya ada petapa atau brahmana yang datang ke sini, yang memiliki kekuatan kesaktian dan mencapai penguasaan pikiran, dan dia berkata demikian: ‘Saya akan mengubah kota Nalanda ini menjadi abu dengan satu tindakan mental kebencian.’ Bagaimana pendapatmu, perumah-tangga, apakah orang itu akan bisa melakukannya?”
ž  “Yang Mulia, petapa atau brahmana yang memiliki kekuatan kesaktian dan mencapai penguasaan pikiran seperti itu akan dapat mengubah sepuluh, duapuluh, tigapuluh, empatpuluh, atau bahkan limapuluh kota Nalanda ini menjadi abu dengan satu tindakan mental kebencian, jadi apa yang diandalkan oleh satu kota Nalanda yang kecil?”
ž  “Perumah-tangga, perumah-tangga, perhatikan bagaimana engkau menjawab! Apa yang engkau katakan sebelumnya tidak cocok dengan apa yang engkau katakan sesudahnya, begitu pula, apa yang engkau katakan sesudahnya tidak cocok dengan apa yang engkau katakan sebelumnya. Namun engkau membuat pernyataan ini: ‘Saya akan berdebat dengan landasan kebenaran, Yang Mulia, jadi Marilah kita melakukan percakapan mengenai hal ini.’”
ž  “yang Mulia, walaupun Yang Terberkahi telah mengatakan demikian, namun tongkat jasmani adalah yang paling pantas dicela untuk pelaksanaan tindakan jahat, untuk perbutan tindakan jahat, dan tidak sebanyak tongkat ucapan dan tongkat mental.”
ž  “Yang Mulia, saya merasa puas dan senang dengan perumpamaan pertama Yang Terberkahi. Walaupun demikian, tadinya saya pikir saya akan melawan Yang Terberkahi demikian karena saya ingin mendengar Yang Terberkahi memberikan berbagai solusi bagi persoalan itu. Luar biasa, Guru Gotama! Luar biasa, Guru Gotama!
ž  Guru Gotama telah membuat Dhamma menjadi jelas dengan banyak cara, seakan-akan Beliau menegakkan kembali apa yang tadinya terjungkir-balik, mengungkapkan apa yang tadinya tersembunyi, menunjukkan jalan bagi orang yang tersesat, atau memberikan penerangan di dalam kegelapan bagi mereka yang mempunyai mata sehingga dapat melihat bentuk. Saya pergi pada Guru Gotama untuk perlindungan dan pada Dhamma dan pada Sangha para bhikkhu. Sejak hari ini biarlah Guru Gotama menerima saya sebagai umat yang telah pergi kepada Beliau untuk perlindungan sepanjang hidup saya.”


Kesimpulan
ž  Isi dari Upali Sutta adalah berkaitan dengan perdebatan antara Upali dengan Sang Buddha Tentang tindakan jahat yang paling dicela.
ž  Buddha berpendapat bahwa tindakan mental yang paling dicela sedangkan Upali berpendapat bahwa tindakan jasmani yang paling dicela.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar