Latar
belakang
Sumber: Sutta Pitaka Majjhima Nikaya
III, Majjhimapannasapali, Sutta ke 56.
Niddana: di Nalanda di Hutan Mangga
milik Pavarika.
Nikkepa: Pucavasikha (adanya pertanyaan
dari Niganta Digga Tapasi dan Upali)
Isi
Sutta
q
Buddha:
“Tapassi, berapa banyak jenis tindakan yang dijelaskan oleh Nigantha Nataputta
untuk pelaksanaan tindakan jahat, untuk perbuatan tindakan jahat?”
q
Tapassi:
“Sahabat Gotama, Nigantha Nataputta tidak biasa menggunakan penjelasan
‘tindakan, tindakan’; Nigantha Nataputta biasanya menggunakan penjelasan
‘tongkat, tongkat.”
3
Tongkat
tongkat jasmani
tongkat ucapan
tongkat mental
Buddha:
“Tongkat manakah yang dijelaskan oleh Nigantha Nataputta sebagai yang
paling pantas dicela untuk pelaksanaan tindakan jahat?????”
3
jenis tindakan untuk pelaksanaan tindakan jahat
Tindakan jasmani
Tindakan ucapan
Tindakan mental
Tapassi: tindakan yang mana yang engkau jelaskan sebagai
yang paling pantas dicela untuk pelaksanaan tindakan jahat????
Persis
seperti pencampur tuak dapat melempar saringan pada sudut-sudutnya dan
menggoncangkannya ke bawah dan menggoncangkannya ke atas serta memukulnya ke
sana kemari, demikian pula di dalam perdebatan itu pun saya akan menggoncang
petapa Gotama ke bawah dan
menggoncangkannya ke atas serta memukulnya ke sana kemari.
Upali
berdebat
dg Buddha.
Upali: “Saya akan berdebat dengan landasan
kebenaran, Yang Mulia, jadi marilah kita melakukan percakapan mengenai hal
ini.”
Buddha:
“Perumah-tangga, jika engkau akan berdebat dengan landasan kebenaran, kita
dapat melakukan percakapan mengenai hal ini.
“Bagaimana pendapatmu,
perumah-tangga? Di sini, seorang anggota suku Nighanta mungkin sengsara,
menderita, dan sakit keras [menderita suatu penyakit yang membutuhkan
pengobatan dengan air dingin, namun sumpahnya melarang hal ini]. Mungkin dia
menolak air dingin [walaupun secara mental dia menginginkannya], dan hanya
menggunakan air panas [yang diizinkan, sehingga dia menjaga sumpahnya secara
jasmani dan ucapan]. Karena dia tidak mendapat air dingin, dia mungkin mati.
Nah, perumah-tangga, menurut penjelasan Nigantha Nataputta, di manakah
[terjadinya] tumimbal-lahir orang itu?”
“Yang Mulia, ada dewa yang disebut
‘terikat-pikiran’; orang itu akan terlahir di sana. Mengapa demikian? Karena
ketika mati, dia masih terikat [oleh kemelekatan] didalam pikiran.”
“Perumah-tangga, perumah-tangga,
perhatikan bagaimana engkau menjawab! Apa yang engkau katakan sebelumnya tidak
cocok dengan apa yang engkau katakan sesudahnya, begitu pula, apa yang engkau
katakan sesudahnya tidak cocok dengan apa yang engkau katakan sebelumnya. Namun
engkau membuat pernyataan ini: ‘Saya akan berdebat dengan landasan kebenaran,
Yang Mulia, jadi Marilah kita melakukan percakapan mengenai hal ini.’”
“yang Mulia, walaupun Yang Terberkahi
telah mengatakan demikian, namun tongkat jasmani adalah yang paling pantas
dicela untuk pelaksanaan tindakan jahat, untuk perbutan tindakan jahat, dan
tidak sebanyak tongkat ucapan dan tongkat mental.”
“Bagaimana pendapatmu,
perumah-tangga? Apakah kota Nalanda ini sukses dan sejahtera, apakah kota ini
banyak dan padat penduduknya?”
“Ya, Yang Mulia, itu benar.”
“Bagaimana pendapatmu,
perumah-tangga? Seandainya ada orang yang datang kemari sambil mengacungkan
pedang dan berkata demikian: ‘Dalam satu saat, dalam sekejap, saya akan membuat
semua makhluk hidup di kota Nalanda ini menjadi satu onggokan daging, menjadi
satu tumpukan daging.’ Bagaimana pendapatmu,perumah-tangga, apakah orang itu
akan bisa melakukannya?”
“Yang Mulia, sepuluh, duapuluh,
tigapuluh, empatpuluh, atau bahkan limapuluh orang tidak akan bisa membuat
semua makhluk hidup di kota Nalanda ini menjadi satu onggokan daging, menjadi
satu tumpukan daging dalam satu saat, dalam sekejap, jadi apa yang diandalkan
oleh satu orang yang remeh?”
“Bagaimana pendapatmu,
perumah-tangga? Seandainya ada petapa atau brahmana yang datang ke sini, yang
memiliki kekuatan kesaktian dan mencapai penguasaan pikiran, dan dia berkata
demikian: ‘Saya akan mengubah kota Nalanda ini menjadi abu dengan satu tindakan
mental kebencian.’ Bagaimana pendapatmu, perumah-tangga, apakah orang itu akan
bisa melakukannya?”
“Yang Mulia, petapa atau brahmana
yang memiliki kekuatan kesaktian dan mencapai penguasaan pikiran seperti itu
akan dapat mengubah sepuluh, duapuluh, tigapuluh, empatpuluh, atau bahkan
limapuluh kota Nalanda ini menjadi abu dengan satu tindakan mental kebencian,
jadi apa yang diandalkan oleh satu kota Nalanda yang kecil?”
“Perumah-tangga, perumah-tangga,
perhatikan bagaimana engkau menjawab! Apa yang engkau katakan sebelumnya tidak
cocok dengan apa yang engkau katakan sesudahnya, begitu pula, apa yang engkau
katakan sesudahnya tidak cocok dengan apa yang engkau katakan sebelumnya. Namun
engkau membuat pernyataan ini: ‘Saya akan berdebat dengan landasan kebenaran,
Yang Mulia, jadi Marilah kita melakukan percakapan mengenai hal ini.’”
“yang Mulia, walaupun Yang Terberkahi
telah mengatakan demikian, namun tongkat jasmani adalah yang paling pantas
dicela untuk pelaksanaan tindakan jahat, untuk perbutan tindakan jahat, dan
tidak sebanyak tongkat ucapan dan tongkat mental.”
“Yang Mulia, saya merasa puas dan senang
dengan perumpamaan pertama Yang Terberkahi. Walaupun demikian, tadinya saya
pikir saya akan melawan Yang Terberkahi demikian karena saya ingin mendengar
Yang Terberkahi memberikan berbagai solusi bagi persoalan itu. Luar biasa, Guru
Gotama! Luar biasa, Guru Gotama!
Guru Gotama telah membuat Dhamma
menjadi jelas dengan banyak cara, seakan-akan Beliau menegakkan kembali apa
yang tadinya terjungkir-balik, mengungkapkan apa yang tadinya tersembunyi,
menunjukkan jalan bagi orang yang tersesat, atau memberikan penerangan di dalam
kegelapan bagi mereka yang mempunyai mata sehingga dapat melihat bentuk. Saya
pergi pada Guru Gotama untuk perlindungan dan pada Dhamma dan pada Sangha para
bhikkhu. Sejak hari ini biarlah Guru Gotama menerima saya sebagai umat yang
telah pergi kepada Beliau untuk perlindungan sepanjang hidup saya.”
Kesimpulan
Isi dari Upali Sutta adalah berkaitan
dengan perdebatan antara Upali dengan Sang Buddha Tentang tindakan jahat yang
paling dicela.
Buddha berpendapat bahwa tindakan
mental yang paling dicela sedangkan Upali berpendapat bahwa tindakan jasmani
yang paling dicela.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar