Majjhima Nikaya, uparipannāsapāli,
devadahavagga, Sutta ke 103.
Kinti Sutta ini dibabarkan karena kemauan sang Buddha sendiri untuk membabarkan
dhamma.
Kinti Sutta ini dibabarkan oleh
sang Buddha kepada para bhikkhu di Kusinara, hutan persembahan, berkenaan
dengan bagaimana para bhikkhu dapat menyelesaikan perbedaan pendapat tentang
dhamma.
Pada suatu ketika saat sang
Buddha berada di kusinara, di hutan persembahan, disana sang Buddha membabarkan
dhamma pada para bhikkhu dan bertanya apa pendapat mereka mengenai yang
terberkahi. Apakah pertapa Gaotama mengajarkan dhamma hanya demi jubah, demi
dana makanan, demi tempat istirahat, ataukah sang Buddha mengajarkan dhamma demi
mencapai lama yang lebih baik?. Para Bhikkhu pun menjawab tidak seperti itu.
Para bhikkhu berpendapat bahwa pertapa Gautama merupaka sosok yang penuh welas
asih dan memikirkan kesejahteraan para Bhikkhu.
Sang Buddha menjelaskan
bahwa hal-hal yang telah diajarkan pada para Bhikkhu yaitu : empat landasan
kewaspadaan, empat jenis usaha benar, empat dasar untuk melakukan spiritual,
lima kemampuan, lima kekuatan, tujuh faktor pencerahan, jalan mulia berunsur
delapan. Dalam hal tersebut sang Buddha mengajarkan bahwa harus memahami dhamma
dengan harminis dan tanpa perselisihan. Apabila terdapat bhikkhu yang berselisih
pendapat mengenai dhamma yang lebih tinggi maka harus diselesaikan.
Apabila terdapat para
bhikkhu yang berselisih, berbeda pandapat mengenai arti sekaligus frasa tentang
dhamma maka apabila kita menganggap pendapat Bhikkhu yang lebih masuk akal
harus kita dekati dan di ajak berbicara jangan sampai ada perselisihan, dan
mengingat apa yang sudah disalah pahami. Dengan melihat apa yang telah disalah
pahami dan diingat sebagai yang salah maka dari hal itu perlu dijelaskan mana
yang dhamma dan mana yang vinaya dengan lebih terperinci.
Apabila terdapat dua Bhikkhu
yang berselisih pendapat, berbeda pandapat mengenai arti dari dhamma namun
setuju mengenai frasanya maka kita harus mendekati dan mengajak bicara Bhikkhu
yang menurut kita pendapatnya yang paling masuk akal dan Bhikkhu yang
diseberangnya dan mengatakan jangan sampai masuk dalam perselisihan. Apa yang
disalah pahami harus diingat sebagai apa yang disalah pahami sedangkan yang
telah dipahami dengan benar harus diingat sebagai yang dipahami dengan benar.
Dengan melihat hal ini maka harus menjelaskan lebih terperinci mengenai yang
mana dhamma dan yang mana yang vinaya.
Apabila terdapat dua Bhikkhu
yang berselisih pendapat, setuju dengan
pandapat mengenai arti dari dhamma namun berbeda pendapat mengenai frasa
maka kita harus mendekati dan mengajak bicara Bhikkhu yang menurut kita
pendapatnya yang paling masuk akal dan Bhikkhu yang diseberangnya dan
mengatakan jangan sampai masuk dalam perselisihan. Dan seharusnya para Bhikkhu
ini mengetahui karena hal ini lah terdapat persetujuan tentang arti namun ada
perbedaan mengenai frasa. Apa yang disalah pahami harus diingat sebagai apa
yang disalah pahami sedangkan yang telah dipahami dengan benar harus diingat
sebagai yang dipahami dengan benar. Dengan melihat hal ini maka harus
menjelaskan lebih terperinci mengenai yang mana dhamma dan yang mana yang
vinaya.
Apabila terdapat dua
bhikkhu yang setuju mengenai arti dan frasanya, maka kita harus mendekati dan
mengajak bicara bhikkhu yang kita anggap paling masuk akal dan mengatakan bahwa
karena hal inilah terdapat persetujuan mengenai arti dan frasa. Jadi apa yang
telah dipahami dengan benar maka harus diingat sebagai apa yang benar maka yang
mana dhamma dan yang mana vinaya harus
dijelaskan secara terperinci.
Sementara itu apabila dalam
melatih dhamma secara harmonis dengan saling menghargai, tanpa
perselisihan, terdapat Bhikkhu yang
melakukan pelanggaran atau melanggar batas maka Bhikkhu yang lain harus
melakukan tindakan yang tidak tergesa-gesa dan tidak langsung memarahinya.
Namun para bhikkhu yang lain haruslah dengan sabar memberi nasehat dan
membimbingnya agar keluar dari hal yang tak bajik dan membuatnya menjadi lebih
bajik. Dalam melatih dan memahami dhamma
Sementara itu apabila dalam
melatih dhamma secara harmonis dengan saling menghargai, tanpa
perselisihan, terdapat Bhikkhu yang
melakukan percekcokkan maka Bhikkhu yang lain harus melakukan tindakan yang
dapat menjelaskah bahwa hal tersebut tidak baik dan merupakan suatu hal yang
tak bajik. Haruslah kita tuntun pada hal yang dapat membawanya kedalam hal yang
lebih bajik.
E. Aplikasi
Setelah membaca sutta ini, dapat
kita tarik kesimpulan bahwa didalam suatu pembabaran dhamma tidaklah karena ada
alasan tertentu baik karena membabarkan dhamma karena dana makanan, karena
jubah, atau karena ingin terlahir di kehidupan yang lebih baik. Dan setelah
membaca suta ini kita dapat mengaplikasikan ke dalam kehidupan sehari-hari kita
tentang bagaimana menyikapai bila ada terjadi perselisihan.
Bhikkhu Nanamoli dan Bhikkhu Bodhi. 2008. Majjima Nikaya
Kitab suci Agama Buddha 6. Klaten : Vihara Bodhivamsa dan Vihara Dhammaguna.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar