Minggu, 27 Maret 2016

Kinti Sutta (apa pendapatmu tentang aku???)





Majjhima Nikaya, uparipannāsapāli, devadahavagga, Sutta ke 103.


Kinti  Sutta ini dibabarkan karena  kemauan sang Buddha sendiri untuk membabarkan dhamma.


Kinti Sutta ini dibabarkan oleh sang Buddha kepada para bhikkhu di Kusinara, hutan persembahan, berkenaan dengan bagaimana para bhikkhu dapat menyelesaikan perbedaan pendapat tentang dhamma.





Pada suatu ketika saat sang Buddha berada di kusinara, di hutan persembahan, disana sang Buddha membabarkan dhamma pada para bhikkhu dan bertanya apa pendapat mereka mengenai yang terberkahi. Apakah pertapa Gaotama mengajarkan dhamma hanya demi jubah, demi dana makanan, demi tempat istirahat, ataukah sang Buddha mengajarkan dhamma demi mencapai lama yang lebih baik?. Para Bhikkhu pun menjawab tidak seperti itu. Para bhikkhu berpendapat bahwa pertapa Gautama merupaka sosok yang penuh welas asih dan memikirkan kesejahteraan para Bhikkhu.

Sang Buddha menjelaskan bahwa hal-hal yang telah diajarkan pada para Bhikkhu yaitu : empat landasan kewaspadaan, empat jenis usaha benar, empat dasar untuk melakukan spiritual, lima kemampuan, lima kekuatan, tujuh faktor pencerahan, jalan mulia berunsur delapan. Dalam hal tersebut sang Buddha mengajarkan bahwa harus memahami dhamma dengan harminis dan tanpa perselisihan. Apabila terdapat bhikkhu yang berselisih pendapat mengenai dhamma yang lebih tinggi maka harus diselesaikan.

Apabila terdapat para bhikkhu yang berselisih, berbeda pandapat mengenai arti sekaligus frasa tentang dhamma maka apabila kita menganggap pendapat Bhikkhu yang lebih masuk akal harus kita dekati dan di ajak berbicara jangan sampai ada perselisihan, dan mengingat apa yang sudah disalah pahami. Dengan melihat apa yang telah disalah pahami dan diingat sebagai yang salah maka dari hal itu perlu dijelaskan mana yang dhamma dan mana yang vinaya dengan lebih terperinci.

Apabila terdapat dua Bhikkhu yang berselisih pendapat, berbeda pandapat mengenai arti dari dhamma namun setuju mengenai frasanya maka kita harus mendekati dan mengajak bicara Bhikkhu yang menurut kita pendapatnya yang paling masuk akal dan Bhikkhu yang diseberangnya dan mengatakan jangan sampai masuk dalam perselisihan. Apa yang disalah pahami harus diingat sebagai apa yang disalah pahami sedangkan yang telah dipahami dengan benar harus diingat sebagai yang dipahami dengan benar. Dengan melihat hal ini maka harus menjelaskan lebih terperinci mengenai yang mana dhamma dan yang mana yang vinaya.

Apabila terdapat dua Bhikkhu yang berselisih pendapat, setuju dengan  pandapat mengenai arti dari dhamma namun berbeda pendapat mengenai frasa maka kita harus mendekati dan mengajak bicara Bhikkhu yang menurut kita pendapatnya yang paling masuk akal dan Bhikkhu yang diseberangnya dan mengatakan jangan sampai masuk dalam perselisihan. Dan seharusnya para Bhikkhu ini mengetahui karena hal ini lah terdapat persetujuan tentang arti namun ada perbedaan mengenai frasa. Apa yang disalah pahami harus diingat sebagai apa yang disalah pahami sedangkan yang telah dipahami dengan benar harus diingat sebagai yang dipahami dengan benar. Dengan melihat hal ini maka harus menjelaskan lebih terperinci mengenai yang mana dhamma dan yang mana yang vinaya.

Apabila terdapat dua bhikkhu yang setuju mengenai arti dan frasanya, maka kita harus mendekati dan mengajak bicara bhikkhu yang kita anggap paling masuk akal dan mengatakan bahwa karena hal inilah terdapat persetujuan mengenai arti dan frasa. Jadi apa yang telah dipahami dengan benar maka harus diingat sebagai apa yang benar maka yang mana dhamma dan yang  mana vinaya harus dijelaskan secara terperinci.

Sementara itu apabila dalam melatih dhamma secara harmonis dengan saling menghargai, tanpa perselisihan,  terdapat Bhikkhu yang melakukan pelanggaran atau melanggar batas maka Bhikkhu yang lain harus melakukan tindakan yang tidak tergesa-gesa dan tidak langsung memarahinya. Namun para bhikkhu yang lain haruslah dengan sabar memberi nasehat dan membimbingnya agar keluar dari hal yang tak bajik dan membuatnya menjadi lebih bajik. Dalam melatih dan memahami dhamma

Sementara itu apabila dalam melatih dhamma secara harmonis dengan saling menghargai, tanpa perselisihan,  terdapat Bhikkhu yang melakukan percekcokkan maka Bhikkhu yang lain harus melakukan tindakan yang dapat menjelaskah bahwa hal tersebut tidak baik dan merupakan suatu hal yang tak bajik. Haruslah kita tuntun pada hal yang dapat membawanya kedalam hal yang lebih bajik.



E.    Aplikasi

Setelah membaca sutta ini, dapat kita tarik kesimpulan bahwa didalam suatu pembabaran dhamma tidaklah karena ada alasan tertentu baik karena membabarkan dhamma karena dana makanan, karena jubah, atau karena ingin terlahir di kehidupan yang lebih baik. Dan setelah membaca suta ini kita dapat mengaplikasikan ke dalam kehidupan sehari-hari kita tentang bagaimana menyikapai bila ada terjadi perselisihan.






Bhikkhu Nanamoli dan Bhikkhu Bodhi. 2008. Majjima Nikaya Kitab suci Agama Buddha 6. Klaten : Vihara Bodhivamsa dan Vihara Dhammaguna.









Tidak ada komentar:

Posting Komentar